Kegagalan Bukan Akhir Segalanya
Sebelum kelulusan
sd dahulu, aku dan beberapa temanku diikuti dalam berbagai lomba salah satunya
lomba agama. Aku dan dua temanku terpilih mewakilkan sekolahku dalam lomba
cerdas cermat agama tingkat kecamatan. Kedua temanku itu adalah Visca dan Kiki.
Bukan hanya lomba agama, dulu aku juga sering diikutkan untuk berbagai hal
terutama penampilan pentas seni tari di depan Fauzi Bowo dan berbagai kegiatan
pramuka lainnya.
Awalnya aku tidak percaya diri. Tapi guruku menyuruh agar aku berlatih berani berbicara di depan orang lain. Tekad untuk membanggakan sekolah tentunya ada dalam benakku.
“Ini soal-soal cerdas cermat tahun lalu
dan berbagai rangkuman pembahasan nanti kamu pelajari ya.” Ujar Bu Dewi guru
agamaku dan memberikan sekumpulan kertas kepada aku dan dua temanku.
“Iya bu, nanti kami pelajari.” jawab aku
menerima sekumpulan kertas itu.
“Lebih baik kita bagi-bagi saja tugas
menghafalnya.” sahut Visca.
“Benar juga kata Visca kita bagi saja
tugas menghafalnya agar lebih mudah.” ucap Kiki.
Kami pun saling membagi tugas itu. Semalaman aku mengahafal bagian yang harus aku hafal. Karena besok Bu Dewi akan memberikan pertanyaan dan melatih daya ingat yang berkaitan dengan hafalan aku dan teman-temanku. Pelajaran sekolahku agak sedikit terganggu karena jika aku sedang mengikuti pelajaran di kelas, harus dipanggil keluar untuk latihan lomba agama atau kegiatan lainnya. Guru di sekolahku sudah terbiasa. Walaupun aku sering dipanggil untuk latihan tetapi aku masih tetap bisa mengejar pelajaran dan berprestasi dikelas.
Pagi yang cerah menyemangatiku. Aku bersiap-siap menyiapkan segala perlengkapan yang harus dibawa untuk lomba hari ini. Kemudian aku langsung ke sekolah yang mengadakan lomba tersebut. Teman-temanku dan guru sudah berkumpul disana. Sekolahku mendapat giliran bermain pada putaran ke dua melawan sekolah dasar lainnya.
“Giliran kita masih lama nih, mending
kita lihat-lihat sekolah ini yuk.” Ucap Visca.
“Ayoo.. daripada kita bosen nungguin
disini.” Sahut aku.
Ketika
kita sedang berjalan-jalan melihat berbagai lomba disekolah tersebut, Bu Dewi
memanggil kami untuk segera kembali ke kelas cerdas cermat karena giliran kami
bermain sudah akan dimulai. Kami duduk di podium 2 dengan juru bicara Kiki.
Beberapa pertanyaan diberikan oleh juri. Awalnya point kami tertinggal jauh dengan dua sekolah lainnya. Mungkin itu karena kami masih terlihat gugup. Tapi pada akhirnya kami berhasil mengejar ketertinggalan point itu. Dan kami masuk ke final penentuan. Pada final kami bersaing sangat ketat. Berbeda satu detik menekan tombol saja, tombol itu tak akan menyala. Sampai suatu ketika pada pertanyaan terakhir yang menegangkang dengan skor seri sekolahku berhasil menekan tombol paling cepat. Dan berhasil menjawab pertanyaan dengan benar dan tepat, kami pun lanjut ke tingkat Kotamadya. Satu piala pun kami bawa pulang ke sekolah.
Beberapa pertanyaan diberikan oleh juri. Awalnya point kami tertinggal jauh dengan dua sekolah lainnya. Mungkin itu karena kami masih terlihat gugup. Tapi pada akhirnya kami berhasil mengejar ketertinggalan point itu. Dan kami masuk ke final penentuan. Pada final kami bersaing sangat ketat. Berbeda satu detik menekan tombol saja, tombol itu tak akan menyala. Sampai suatu ketika pada pertanyaan terakhir yang menegangkang dengan skor seri sekolahku berhasil menekan tombol paling cepat. Dan berhasil menjawab pertanyaan dengan benar dan tepat, kami pun lanjut ke tingkat Kotamadya. Satu piala pun kami bawa pulang ke sekolah.
“Kalian mau apa nih?” tanya salah satu
guruku, Bu Ica.
“Gak mau apa-apa kok bu” sahut kami
bersaama.
“Gimana kalo nanti Ibu trakktir makan KFC
untuk kalian bertiga?” jawab Bu Ica.
“Kalo Ibu gak keberatan sih gapapa hehe..” sahut Kiki.
“Ohiya, jangan lupa siapkan diri kalian
untuk minggu depan di tingkat kotamadya” ucap Bu Dewi mengingatkan kami.
“Pasti bu” jawab aku.
Satu
minggu terlah berlalu. Tepat hari ini adalah perlombaan cerdas cermat agama di
daerah Duren Sawit. Sesampainya disana sekolah kami dan sekolah lainnya
disambut dengan iringan pukulan rebana atau hadroh yang indah. Kebetulan lomba
kali ini yang bisa menemani kami hanyalah Bu Eli karena Bu Dewi yang
berhalangan hadir.
“Nak, tadi sebelum berangkat Ibu Kepala
Sekolah kita Bu Reni memberitahu ibu kalau kalian menang juara 1 tingkat
kotamadya ini kalian bisa memilih SMP Favorit sesuka kalian. Nanti Bu Reni yang
akan mengaturnya” Ucap Bu Eli.
“Benarkah bu?” tanya Visca.
“Iyaaa benar” jawab bu Eli.
“Wahh
enak sekali. Kalau begitu ayo kita berusaha semaksimal mungkin.” ujar aku
dengan semangat.
“Kringg..Kring.” Bunyi tersebut menandakan setiap lomba akan dimulai termasuk cerdas cermat. Tidak seperti lomba di kecamatan, lomba kali ini dimulai dengan sedikit kericuhan. Hal itu karena ada sekolah lain yang tidak setuju urutan giliran bermain yang ditentukan oleh Juri. Mereka lebih setuju bahwa urutan giliran bermain diundi ulang. Kali ini kami bermain di putaran ketiga.
“Kali ini saatnya kalian bermain. Berdoa
sama Allah kalau kalian bisa dengan bermain jujur” ujar Bu Eli.
“Jujur itu pasti bu. Bismillah” Ucap kami
berbarengan.
Kami berjalan menuju podium dengan amat percaya diri. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh Juri. Ada satu sekolah yang kami curigai. Bukan hanya kami yang curiga terlihat beberapa guru dari sekolah lain pun melihat ke arah mereka dengan tatapan yang sinis. Belum selesai pernyataan dan inti soal dibaca mereka bisa menjawabnya dengan tepat.
Kami berjalan menuju podium dengan amat percaya diri. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh Juri. Ada satu sekolah yang kami curigai. Bukan hanya kami yang curiga terlihat beberapa guru dari sekolah lain pun melihat ke arah mereka dengan tatapan yang sinis. Belum selesai pernyataan dan inti soal dibaca mereka bisa menjawabnya dengan tepat.
Tiba-tiba seorang guru mengangkat tangan
dan tidak setuju karena pertanyaan belum selesai dibaca mereka sudah memencet
tombol dengan cepat. Mereka menganggap bahwa sekolah itu sudah tahu soal
terlebih dahulu.
“Pertanyaan belum selesai kok sudah tahu
jawabannya?” tegas salah seorang perempuan berdiri dari tempat duduknya.
“Mungkin mereka bisa karena sudah
membaca” pembelaan dari guru sekolah tersebut.
“Tapi inti pertanyaan saja belum
dibacakan, gimana mereka tahu?” ucap perempuan tadi yang masih menjawab dengan
tetap tegas.
Juri pun segera melerai. “Ini mau
dilanjut atau tidak? Kalau mau dilanjut tolong tenang. Begini saja, tunggu
sampai saya membacakan inti pertanyaan terlebih dahulu baru kalian boleh
menjawab” ujar juri.
Suasana kembali tenang. Pada saat pertanyaan ke-29 kami tidak sengaja menekan tombol dan kami pun harus tetap menjawab. Pertanyaan itupun tidak ada yang bisa menjawab diantara Visca ataupun Kiki. Akhirnya aku pun memberanikan diri dan memperhatikan dengan teliti bacaan yang tertera di proyektor. Aku pun dengan amat sangat percaya dan menunjukkan jawaban yang benar. Bertambahlah 1 skor untuk sekolahku. Walaupun bertambah satu skor tapi itu belum bisa mewakilkan kita ke babak selanjutnya. Dengan hati yang sangat kecewa kami pun kembali duduk ke samping Bu Eli.
Suasana kembali tenang. Pada saat pertanyaan ke-29 kami tidak sengaja menekan tombol dan kami pun harus tetap menjawab. Pertanyaan itupun tidak ada yang bisa menjawab diantara Visca ataupun Kiki. Akhirnya aku pun memberanikan diri dan memperhatikan dengan teliti bacaan yang tertera di proyektor. Aku pun dengan amat sangat percaya dan menunjukkan jawaban yang benar. Bertambahlah 1 skor untuk sekolahku. Walaupun bertambah satu skor tapi itu belum bisa mewakilkan kita ke babak selanjutnya. Dengan hati yang sangat kecewa kami pun kembali duduk ke samping Bu Eli.
“Udah jangan murung terus, mungkin belum
saatnya kalian menang. Jangan nyerah gitu dong. Semangat lagi! Lomba kan bukan
kali ini saja masih banyak yang lainnya.”ucap Bu Eli menenangkan hati kami
“Maafkan kami ya Bu belum bisa membawa
piala kesekolah lagi” sahut aku.
“Tidak apa-apa yang penting kalian sudah
berusaha dan berlaku jujur. Sekolah juga tidak akan menyalahkan kalian. Belum
tentu anak-anak disekolah bisa seperti kalian. Kegagalan itu awal kalian
sukses. Terus berjuang ya!” Bu Eli menyemangati kami.
“Terimakasih ya Bu” sambil tersenyum
kepada Bu Eli.
Kami pun menunggu hasil para pemenang. Walaupun saat
ini tidang menang tapi suatu saat kami pasti bisa. Kami pun pulang dengan hati
yang tetap senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar